MASA KEMAJUAN BANI
ABBASIYAH
Makalah ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok
mata kuliah SPI
Dosen Pembimbing
: Drs. H. Miswadi, M.Ag.
Disusun oleh :
Kelompok 3
1.
Miftahul
Hadi (11130008)
2.
Novi
Umi Lestari (11130013)
3.
Siti
Nur Mahmudah (11130023)
Kelas IV A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
2012 – 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berkembangnya pendidikan Islam erat kaitannya dengan
sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam telah berlangsung sepanjang
sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat
Islam. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam bisa meniru pola pendidikan Islam
pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama’ setelahnya.
Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas,
sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah
berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah
masjid.
Pada masa Nabi, masjid bukan hanya sebagai sarana
ibadah, tapi juga sebagai tempat menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak dan
orang-orang dewasa, disamping sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya
tentara dan tempat menerima duta-duta asing. Bahkan di masa Dinasti Umayyah dan
Dinasti Abbasiyah, masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi
dengan berbagai macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang
perpustakaan dan buku-buku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang
berkembang pada saat itu. Sebelum al-Azhar didirikan di Kairo, sesungguhnya
sudah banyak masjid yang dipakai sebagai tempat belajar, tentunya dengan
kebijakan-kebijakan penguasa pada saat itu.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan,
terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat muslim
sudah bisa membaca dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan
baik. Pada masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum
yang ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah. Pendidikan di
tingkat dasar ini diselenggarakan di masjid, dimana al-Quran merupakan buku
teks wajib. Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan
yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada tingkat
pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan
spesialisasi, pendalaman dan analisa.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Sejarah
berdirinya dinasti Bani Abbasiyah?
2.
Apa saja Lembaga-lembaga
pendidikan pada masa Bani Abbasiyah?
3.
Bagaimana Kemajuan
Pendidikan Islam pada masa Bani Abbasiyah?
4.
Siapa saja Tokoh-tokoh/ ilmuwan pada masa Bani
Abbasiyah?
C. Tujuan
Penulisan
1. Mahasiswa mampu mengetahui
sejarah berdirinya dinasti Bani Abbasiyah.
2. Mahasiswa mampu mengetahui
lembaga-lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah.
3. Mahasiswa mampu mengetahui
kemajuan pendidikan Islam pada masa Bani Abbasiyah.
4. Mahsiswa mampu mengetahui
tokoh-tokoh atau ilmuan pada masa Bani Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah
Kekuasaan
dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan
kekuasaan dinasti Bani Umayyah, dinamakan khilafah Abbasiyah karena para
pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad
Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali
ibn Abdullah Ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang dari tahun 132 H ( 750 M) s.d
656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, dan budaya. Berdasarkan
perubahan pola pamerintahan dan politik itu, para sejarawan membagi masa kekuasaan Daulah Abbasiyah dalam lima periode,
yaitu :
1.
Periode I (132
H/750 M – 232 H/ 847 M) Masa pengaruh Persia Pertama
2.
Periode II (232
H/ 847 M – 334 H/ 945 M) Masa pengaruh Turki Pertama
3.
Periode III (334
H/945 M – 447 H/ 1055 M) Masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, pengaruh Persia kedua.
4.
Periode IV (447
H/ 1055 M – 590 H/ 1194 M) Masa Bani Saljuk, pengaruh Turki kedua.
5.
Periode V (590
H/1104 M – 656 H/ 1250 M) Masa kebebasan dari pengaruh dinasti lain.
Daulah Abbasiyah
mencapai puncak keemasan dan kejayaannya pada periode I, para khalifah pada
masa periode I dikenal sebagai tokoh yang kuat, pusat kekuasaan politik dan
agama sekaligus. Kemakmuran masyarakat pada saat ini mencapai tingkat yang
tinggi. Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah
Harun Al-Rasyid (786 M-809 M) dan putranya Al-Makmun (813 M-833 M). Kekayaan
yang dimiliki khalifah Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun digunakan untuk
kepentingan social seperti: lembaga pendidikan, kesehatan, rumah sakit,
pendidikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman
keemasan. Al-makmun khalifah yang cinta kepada ilmu dan banyak mendirikan
sekolah.
Menurut Ahmad
Syam, sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Nizar dalam bukunya yang berjudul “Sejarah
Pendidikan Islam” bahwa
faktor-faktor pendorong berdirinya
Daulah Abbasiyah dan penyebab suksesnya, adalah sebagai berikut:
1. Banyak terjadi perselisihan antara bani Umayyah pada decade terakhir
pemerintahannya, di antara penyebabnya yaitu memperebutkan kursi kekahalifahan
dan harta.
2. Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan bani
Umawiyah, seperti khalifah Yazid bin Al-Walid lebih kurang memerintah sekitar 6
bulan.
3. Putra mahkota lebih dari jumlah satu orang seperti yang dikerjakan oleh
Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaidillah sebagai
putra mahkota.
4. Bergabungnya sebagian afrad keluarga Umawi kepada madzhab-madzhab agama
yang tidak benar menurut syari’ah, seperti Al-Qadariyah.
5. Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah.
6. Kesombongan pembesar-pembesar bani
Umawiyah pada akhir pemerintahannya.
7. Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non-Arab)
Selama dinasti
ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, social dan budaya. Pada periode ini, segala potensi yang
terkandung dalam kebudayaan yang didasari nilai-nilai Islam mulai bergerak
secara perlahan namun strategis. Selain terjadi kemajuan pada bidang
sosio-ekonomi, terjadi pada kemajuan pada bidang intelektual. Kemajuan
intelektual tersebut ditunjang oleh kemajuan pendidikan baik institusi,
insfrastruktur maupun kemajuan sains dan obyek-obyek studinya.
Walaupun
demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang
mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar.
Gerakan-gerakan itu seperti gerakan-gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan
intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan zindiq di
Persia, gerakan Syi’ah dan konflik antar bangsa serta aliran pemikiran
keagamaan, namun semuanya dapat dipadamkan.
B. Lembaga-Lembaga Pendidikan Pada Masa Bani
Abbasiyah
Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian
dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah
berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat non fomal. Lembaga-lembaga
ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya
bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal yang semakin luas. Diantara
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang becorak non formal tersebut adalah :
1.
Kuttab Sebagai Lembaga Pendidikan Dasar
Kuttab atau maktab berasal dari kata
dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis. Jadi kataba
adalah tempat belajar menulis. Sebelum datangnya Islam Kuttab telah ada di
negeri arab, walaupun belum banyak dikenal. Diantara penduduk makkah yang
mula-mula belajar menulis huruf arab di kuttab ialah Sufyan ibnu Umayyah ibnu
Abdu Syams dan Abu Qais Ibnu Abdi manaf ibnu Zuhroh ibnu
Kilab.
2.
Pendidikan Rendah
di Istana
Corak pendidikan anak-anak di istana berbeda dengan
pendidikan anak-anak di kuttab-kuttab, pada umumnya di istana para orang tua
siswa (para pembesar istana) yang membuat rencana pembelajaran selaras dengan
anaknya dan tujuan yang ingin dicapai orang tuanya. Rencana pelajaran untuk
pendidikan di istana pada garis besarnya sama dengan pelajaran pada
kuttab-kuttab hanya sedikit ditambah dan dikurangi sesuai dengan kehendak orang
tua mereka.
Guru yang mengajar di Istana disebut Muaddib. Kata
muaddib berasal dari kata adab yang berarti budi pekerti atau
meriwayatkan guru pendidikan di istana disebut muaddib karena berfungsi
mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan-pengetahuan
orang-orang terdahulu kepada anak-anak pejabat.
3.
Rumah-Rumah Para Ulama’ (Ahli Ilmu Pengetahuan)
Walaupun sebenarnya, rumah bukanlah merupakan tempat
yang baik untuk tempat memberikan pelajaran namun pada zaman kejayaan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, banyak juga rumah-rumah para ulama’ dan ahli ilmu
pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini
disebabkan karena ulama’ dan ahli yang bersangkutan yang tidak mungkin
memberikan pelajaran di masjid, sedangkan pelajar banyak yang berminat untuk
mempelajari ilmu pengetahuan daripadanya.
Diantara rumah ulama’ terkenal yang menjadi tempat
belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Gazali, Ali ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’kub Ibni
Killis, Wazir khalifah Al-Aziz billah Al-fatimy, dan lain-lainnya.
4.
Rumah Sakit
Pada zaman jayanya perkembangan kebudayaan Islam,
dalam rangka menyebarkan kesejahteraan dikalangan umat Islam, maka banyak
didirikan rumah sakit oleh khalifah dan pembesar-pembesar Negara. Rumah-rumah
sakit tersebut bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati
orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan
perawatan dan pengobatan.
5.
Perpustakaan
Para ulama’ dan
sarjana dari berbagai macam keahlian, pada umumnya menulis buku dalam bidangnya
masing-masing dan selanjutnya untuk diajarkan atau disampaikan kepada para
penuntut ilmu. Bahkan para ulama’ dan
sarjana tersebut memberikan kesempatan kepada para penuntut ilmu untuk belajar
diperpustakaan pribadi mereka.
Baitul hikmah di Baghdad
yang didirikan khalifah Al-Rasyid adalah merupakan salah satu contoh dari
perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa
arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pada masa itu.
Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah
universitas karena disamping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat
membaca, menulis dan berdiskusi.
6.
Masjid
Semenjak berdirinya dizaman nabi Muhammad SAW masjid
telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum
muslimin. Ia menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat
menyampaikan penerangan agama dan informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan
pendidikan.
Pada masa Bani Abbas dan masa perkembangan kebudayaan
Islam, masjid-masjid yang didirikan oleh para pengusaha pada umumnya di
perlengkapi dengan berbagai macam sarana dan fasilitas untuk pendidikan.
C. Kemajuan
Pendidikan Islam Pada Masa Bani
Abbasiyah
Pada
masa Abbasiyah banyak kemajuan- kemajuan dalam bidang pendidikan diantaranya
yaitu:
1.
Kemajuan Ilmu
Pengetahuan Pada Masa Bani Abbas
Dibidang ilmu pengetahuan
masa abbasiyah mencatat dimulainya sistemasi beberapa cabang keilmuan seperti
Tafsir, Hadits, dan Fiqh. Khususnya sejak tahun 143 H. Para ulama mulai
menyusun buku dalam bentuknya yang sistematis baik dibidang ilmu tafsir,
hadits, maupun ilmu fiqh.
Diantara ulama tersebut yang
terkenal adalah Ibnu Juraij (w.150 H) yang menulis kumpulan hadisnya dimekah,
Malik Ibn Anas (w.171 H) yang menulis al muwatta` nya di madinah, Al
Awza`I di wilayah syam, Ibn Abi Urubah dan Hammad Ibn salamah di Basrah,
Ma`mar di Yaman, Sufyan Al Tsauri di kufah, Muhamad Ibn Ishaq (w.175 H) yang
menulis buku sejarah (Al Maghazi), Al Layts Ibn Sa`ad (w.175 H) serta
Abu Hanifah.
Ilmu naqli adalah ilmu yang
bersumber dari Naqli (Al Qur’an dan Hadits), yaitu ilmu yang berhubungan dengan
agama Islam. Ilmu-ilmu itu diantaranya :
a. Ilmu Tafsir
b. Ilmu Hadits
c. Ilmu Fiqh
d. Ilmu
Tasawuf
e. Ilmu Bahasa
2. Metode
Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Pada masa Dinasti abbasiyah
metode pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam: lisan, hafalan, dan tulisan.
a. Metode Lisan
Metode lisan berupa dikte,
ceramah, qira’ah dan diskusi. Metode dikte (imla’) adalah metode
penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena dengan imla’
ini murid mempunyai catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode
ini dianggap penting, karena pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa
sekarang sulit dimiliki.
Metode ceramah disebut juga
metode as-sama’, sebab dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi buku
dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya. Metode qiro’ah biasanya
digunakan untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas
pada masa ini.
b. Metode Menghafal
Metode menghafal Merupakan ciri umum pendidikan
pada masa ini. Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya
sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu pelajaran
berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga dalam proses selanjutnya murid
akan mengeluarkan kembali dan mengkonstektualisasikan pelajaran yang dihafalnya
sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat merespons, mematahkan lawan,
atau memunculkan sesuatu yang baru.
c. Metode Tulisan
Metode tulisan dianggap metode yang paling
penting pada masa ini. Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama.
Dalam pengkajian buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat
penguasaan ilmu murid semakin meningkat. Metode ini disamping berguna bagi
proses penguasaan ilmu pengetahuan juga
sangat penting artinya bagi penggandaan jumlah buku teks, karena pada masa ini
belum ada mesin cetak, dengan pengkopian buku-buku kebutuhan terhadap teks buku
sedikit teratasi.
3.
Materi Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Materi pendidikan dasar pada masa daulat Abbasiyah terlihat ada unsur
demokrasinya, disamping materi pelajaran yang bersifat wajib (ijbari) bagi
setiap murid juga ada materi yang bersifat pillihan (ikhtiari). Hal ini
tampaknya sangat berbeda dengan materi pendidikan dasar pada masa sekarang. Di
saat sekarang ini materi pendidikan tingkat dasar dan menengah semuanya adalah
materi wajib, tidak ada materi pilihan. Materi pilihan baru ada pada tingkat
perguruan tinggi.
Menurut Mahmud Yunus dalam bukunya “Sejarah
Pendidikan Islam”, yang dikutip oleh Suwito menjelaskan tentang materi
pelajaran yang bersifat wajib (ijbari) sebagai berikut :
a)
Al-Qur’an
b)
Shalat
c)
Do’a
d)
Sedikit ilmu nahwu dan bahasa arab (maksudnya yang
dipelajari baru pokok-pokok dari ilmu nahwu dan bahasa arab belum secara tuntas
dan detail).
e)
Membaca dan menulis
Sedangkan materi pelajaran ikhtiari (pilihan)
ialah ;
a)
Berhitung
b)
Semua ilmu nahwu dan bahasa arab (maksudnya nahwu yang
berhubungan dengan ilmu nahwu dipelajari secara tuntans dan detail);
c)
Syair-syair
d)
Riwayat/ Tarikh Arab.
D. Tokoh-Tokoh/ Ilmuwan
Masa Abbasiyah
Sejak upaya penerjemahan meluas, kaum muslim dapat
mempelajari ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa arab sehingga muncul
sarjana-sarjana muslim yang turut memperluas peyelidikan ilmiah, memperbaiki
atas kekeliruaan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan
pendapat-pendapat atau ide baru. Untuk mengungkap rahasia alam, para ilmuan
mulai mencari manuskrip-manuskrip klasik peninggalan ilmuwan Yunani Kuno,
seperti karya Aristoteles, Plato, Socrates, dan sebagainya. Manuskrip-manuskrip
tersebut kemudian dibawa ke Baghdad, lalu diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan
yang merangkap sebagai lembaga penelitian, Baitul Hikmah, sehingga melahirkan
pemikiran-pemikiran baru. Tokoh-tokohnya antara lain sebagai berikut :
1.
Bidang filsafat antara lain
tercatat: Al-Farabi, banyak
menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan
interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibnu Sina (Avicenna) juga mengarang
tentang buku filsafat yang terkenal diantaranya ialah al Syifa dan Ibnu
Rusyd banyak berpengaruh di Barat lebih dikenal dengan nama (Averroes), sehingga
disana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme.
2.
Bidang Kedokteran : Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang
fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib. Ia juga berhasil menemukan sistem
peredaran darah pada manusia. Al-Thabari, Ar-Razi (Rhazes).
3.
Bidang ilmu fiqih terkenal nama Abu
Hanifah, Malik bin Anas, Al-Syafi’ie, dan Ahmad bin Hanbal.
4.
Bidang ilmu kalam ada Washil bin
Atha, Ibnu Huzail, Al-Asy’ari, dan Maturidi.
5.
Bidang ilmu Tafsir adaIbn Jarir ath
-Thabari dan Zamakhsyari.
6.
Bidang lmu hadits, yang paling
populer adalah Bukhari dan Muslim.
7.
Bidang ilmu tasawuf terdapat Rabi’ah
Al- Adawiyah, Ibnu ‘Arabi, Al-Hallaj, Hasan al-Bashri, dan Abu Yazid
Al-Bustami.
8.
Sejak Akhir abad ke-10, muncul
sejumlah tokoh wanita dibidang ketatanegaraan dan politik seperti Khaizura,
Ulayyah, Zubaidah, dan Bahrun. Di bidang kesusastraan dikenal Zubaidah dan
Fasl. Di bidang Sejarah, muncul Shalikhah Shuhda. Di bidang kehakiman, muncul
Zainab Umm Al Muwayid. di bidang seni musik, Ullayyah dikenal dan sangat
tersohor pada waktu itu.
9.
Bidang Astronomi : Al-Fazari,
astronom Islam yang pertama kalimenyusun astrolobe.
10. Bidang Optik
:Ibnu Haytsam dan Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal
sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang
dilihatnya.
11. Bidang Kimia
: Jabir ibn Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan
tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak
12. Bidang
Matematika : Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang
astronomi.
13. Bidang
Sejarah : Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa
Ma’adin al-Jawahir Ibn Sa’ad
14. Bidang
geografi ada Al-Khawarizmi, Al-Ya’qubi, dan Al-Mus’udi.
Demikian kemajuan dan perkembangan pendidikan
Islamyang pernah dicapai pada masa Abbasiyah.Sampai sekarangpun diakui bahwa
pada periode sejarah peradaban Islam yang paling cemerlang dan mencapai masa
keemasannya terjadi pada masa pemerintahan daulat abbasiyah di Bagdad.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan tentang “Pendidikan Islam Masa Abbasiyah” , maka dapat disimpulkan:
1. Kekuasaan
Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Puncak
keemasan dan kejayaannya terjadi pada
periode I terutama pada masa Khalifah Harun al Rasyid(786M-809M) dan putranya
al-Makmum (813M-833M) yang sangat fokus pada perkembangan ilmu pengetahuan dan
lembaga pendidikan.
2.
Lembaga-lembaga pendidikan baik yang
sudah ada sebelumnya kemudian dilanjutkan pada masa Abbasiyah diantaranya : a).
Kuttab b). pendidikan rendah istana c). Rumah-rumah para ulama’ d). rumah
sakit e). perpustakaan dan f). masjid.
3.
Kemajuan pendidikan Islam dapat
dilihat dari metode-metode dan materi yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran. Metode pendidikan yang digunakan ada tiga macam : 1) metode
lisan, 2) Metode menghafal, 3) Metode tulisan.
Materi pelajaran yang digunakan ada yang bersifat wajib (ijbari) dan
bersifat pilihan (ikhtiari). Materi yang bersifat wajib ialah : Al-Qur’an, shalat, do’a, sedikit ilmu nahwu
dan bahasa arab dan membaca dan menulis. Sedangkat materi yang bersifat pilihan
ialah : berhitung, semua ilmu nahwu dan bahasa arab secara keseluruhan,
sya’ir-sya’ir dan riwayat/ tarikh Arab.
4. Pada masa
Abbasiyah tumbuhlah sarjana-sarjana yang ahli sesuai bidang keilmuan yang
dimiliki, diantaranya : Alfarabi, Ibnu Sina, Al-farghani, Abu Hanifah, Malik
bin Anas, Al-Syafi’ie Bukhari dan Muslim, Rabi’ah Al- Adawiyah dan Ahmad bin
Hambal, dan banyak lagi yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Muchtarom,
Zuhairi, 1995, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Nizar,
Samsul, 2011, Sejarah Pendidikan Islam: menelusuri jejak sejarah pendidikan
era Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta: Kencana.
Soebahar,
Abd. Halim ,2002, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia.
Suwito, 2008, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta. Kencana
Syam,Ahmad ,
1986, Daulah Al-Islamiyah fi Al-‘Asry Al-Aabasy Al-Awal, Maktabah Al
Jalu Al Misriyah.
Yatim,
Badri, 2010, Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: Rajawali Pers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar